A Lovely Coincidence [Shot: 7]


A Lovely Coincidence 6

A Lovely Coincidence [Shot 7]

Menjalin jemariku menjadi satu, aku menumpukan sikuku pada pinggir kursi. Mataku memejam dan pikiranku melayang pada suasana saat aku bangun pagi. Aku tidak mendapati Lynn di sisiku ketika membuka mata pagi ini, namun wangi khas tubuhnya masih melekat di benakku bahkan hingga sekarang. Meraba dadaku, aku dapat mengingat kepalanya yang menyandar di sini. Melingkarkan kedua tangan, aku mengukur dalam imajinasiku tubuh mungil Lynn yang semalam terperangkap dalam pelukanku.

Tepukan halusnya di lenganku, usapannya di punggungku, dan ciumannya…aku meraba bibirku dan mengingat bagaimana permukaan lembut bibirnya menyapaku. Menarik sudut kanan bibirku, aku tidak bisa menghentikan rasaku padanya. Sejak awal sudah kuprediksi bahwa suatu saat hatiku akan luluh padanya. Aku mengikuti nafsuku hingga tidak memikirkan konsekuensinya lebih jauh.

Aku terhenyak ketika seseorang mengetuk pintu ruanganku. “Come in.”

Sir.” Chen membungkuk singkat dan menyerahkan beberapa map.

Laporan penjualan produk berada di tumpukan paling atas. Aku membuka dan membaca sepintas. Chen sebenarnya tidak bertugas untuk menangani masalah pemasaran, namun akibat ketimpangan penjualan, dia menjadi tangan kananku. “Persiapkan meeting besok untuk melaporkan hasil ini.” Menyisihkan map tersebut, aku meneliti isi map yang lain.

“Kepolisian benar-benar menghentikan kasus ini?” keraguanku tidak memerlukan jawaban ketika laporan di tanganku memperjelasnya. Aku mengetuk-ngetuk berkas investigasi mandiri yang kulakukan terhadap penculikan Lynn.

Yes, Sir.” Chen menelengkan kepalanya dan menunjukkan ekspresi tanya. “Jika akhirnya mereka membayar orang untuk mengaku sebagai dalang penculikan, mengapa mereka harus memakai mobil Ahmad Matter sehingga melibatkan namanya?”

“Mereka ingin menggertakku, Chen. Pencurian mobil tersebut disengaja guna menyeret nama Ahmad Matter untuk menunjukkan pertentangan mereka padaku.” Aku melempar pen yang kupegang. “Bahkan pendulum milik Ahmad Matter tidak bisa menjadi bukti keterlibatan pria itu di mata hukum.”

Aku memejamkan mata secara tiba-tiba ketika kepalaku berdenyut. Secara spontan tangan kananku mengurut pelipis. Menarik laci mejaku, aku mengambil painkiller untuk membunuh rasa menusuk di kepalaku.

Sir…”

Kuterima segelas air putih yang disodorkan Chen padaku. Setelah meminum obatku, aku meletakkan gelas tersebut di meja. Damn! Kenapa akhir-akhir ini penyakit ini kambuh kian kerap?

Sir, I’ll make an appointment to meet doctor Lim.”

Aku mengangkat tangan untuk menolak usulan Chen. Menemui dokter hanya membuatku bertambah pesimis dengan kondisiku. Terlebih, dokter Lim akan menyarakan hal yang sama, melakukan operasi segera.

Please, I’m insisting, Sir.” Kulihat Chen sudah mengangkat ponselnya untuk menghubungi dokter pribadiku. Jika bukan Chen yang melakukannya, maka sudah kupastikan untuk memecat pegawai yang mengabaikan perintahku. Chen adalah orang yang mengurusku saat aku mengalami kecelakaan. Sudah sewajarnya dia mengetahui kondisiku. “Today, at 03.00 pm you have to meet doctor Lim.”

Aku mendesah, kemudian memijat tengkukku. “Terima kasih, Chen. Kau bisa kembali sekarang.” Chen menggangguk singkat, kemudian meninggalkan ruanganku. Menyandarkan punggungku, aku mencoba rileks untuk menunggu kerja obat. Dering smartphone membuatku terlonjak dan mengumpat kecil.

Yeoboseyo, Dae-ya.”

Hya, Hyung! Kau terdengar tidak senang menjawab telephonku,” protes Daehyun.

Ne, arraso Daehyunie. Kuharap kau menelphon untuk kabar baik.”

“Kita memenangkan pengadilan, Hyung. Aku membuat media yang menuliskan kebohongan mengenai hubunganmu dan Seohyun membayar mahal.”

Aku menyeringai untuk mengapresiasi kerja Daehyun. Anak ini memang bisa diandalkan. “Dan bagaimana dengan Tuan Seo? Apakah ada bukti keterlibatannya dalam skandal tersebut?”

“Itu berita buruknya, Hyung. Lelaki tua ini terlalu pintar untuk membuat alibi. Aku curiga dia memiliki kerja sama dengan orang-orang dalam baik di media atau kepolisian.”

“Jika dia bodoh, aku tak perlu sejauh ini melangkah.” Hingga nafasku terputus, aku tidak akan menyerah untuk menelusuri keterlibatan Tuan Seo. Percakapan Daehyun di ujung telephon yang terdengar samar-samar membuatku mengerutkan dahi. “Daeya, kau menangani kredit untuk Hyundai Automotive?”

“Ya.” Aku mendengar helaan nafas Daehyun. “Beberapa bulan terakhir bagian pemasaran gagal untuk mencapai target—“

“Daeya, emailkan laporan kerjasama kita dengan Hyundai Automotive untuk tahun 2010.” Aku memotong cepat ucapan Daehyun begitu mengingat sesuatu. Di tahun tersebut, aku masih di Korea dan ikut menangani kerja sama Hyundai Automotive untuk pengkreditan.

“Kau menemukan suatu kejanggalan , Hyung?”

“Belum. Aku berharap bisa menelusurinya dari kecurigaanku atas kerja sama itu.”

“Ok, aku akan segera mengirimkannya.” Hening untuk beberapa saat. “Hyung…Take care.”

Aku menanti kelanjutan perkataan Daehyun. Tidak biasanya dia mengakhiri pembicaraan kami dengan kalimat ‘manis’. “Ya.” Kututup telephon ketika tak ada jawaban dari Daehyun.

***

Membaca raut wajah dokter Lim, aku tahu perkembangan kesehatanku tidak menyenangkan. “How many times should I say to you to have surgery as soon as possible?” pertanyaanya merefleksikan bagaimana frustasinya menghadapi sikap bengalku.

Kukedikkan bahu ringan untuk menanggapi ocehan pria paruh baya tersebut. Aku mengenalnya semenjak dia menanganiku saat kecelakaan fatal hampir satu setengah tahun lalu. Menyunggingkan senyum miringku, aku memandang tak bermakna pada deretan foto rontgen bagian cerebral cortex, menurut pada perkataan dokter Lim. “There are so many businesses that must be carried on.” Aku menghela nafas lelah. “And I’ll make myself useful to take over it.

You need surgery, Boy. Your health, I’m afraid, going decrease day by day.” Dokter Lim menyurung frame kaca matanya untuk membenahi letak.

I know the consequences as well. Please give the stronger painkiller.”

Beberapa saat, dokter Lim hanya mengetuk-ngetukkan penanya pada kertas resep sembari memandangku. “You commit suicide, don’t you?”

Aku menaikkan sebelah alis untuk menanggapi statement sarkastisnya. Frasa bunuh diri terlalu kejam untuk menilai apa yang sedang kulakukan saat ini bukan? Meskipun aku tidak mengambil tindakan medis menyeluruh untuk keadaanku, bukan berarti aku rela membunuh diriku perlahan. Aku memiliki alasan atas tindakanku.

Dokter Lim akhirnya menuliskan beberapa resep obat untukku. Mungkin dia lelah menghadapi sikap bandelku. “I feel pity if you death at this age—“ dia mendesahkan nafasnya sedikit lebih keras, “—you have a beautiful lady too dear to be left.

Aku terkekeh kecil dengan gurauan dokter Lim yang seketika mengingatkanku akan Lynn. Menghembuskan nafas hingga mulutku membulat, kuusap keningku. Merogoh iphone dari saku jasku, aku mengecek jadwal Lynn. Aku memutar pergelangan tangan untuk melihat waktu yang ditunjukkan oleh arlojiku. Gadis itu memiliki kelas hingga sore.

Thanks awfully.” Aku mengambil resep yang diangsurkan dokter Lim padaku. Beranjak berdiri, aku membungkuk hormat padanya.

“Kyuhyun Cho—“ langkahku terhenti ketika dokter Lim memanggilku, “—I hope someone can change your mind.” Aku memberikan senyum padanya sebelum membuka pintu untuk keluar dari ruangannya.

***

Aku mengentak-entakkan telunjukku pada kemudi dan melongokkan kepalaku beberapa kali ke depan untuk memeriksa sosok Lynn. Sinar senja yang menerpaku melalui kaca mobil membuatku tersenyum. Aku menikmati warna jingga sang surya dan langit biru yang tergradasi menjadi violet. Menumpu lengan bawahku pada kemudi, aku dengan tenang menunggui Lynn seolah ini adalah kebiasaanku.

Badanku menegak ketika mataku menangkap sosok Lynn, yang lagi-lagi, berjalanan beriringan dengan pria Cina-Canada itu. Harus berapa kali scene seperti ini terulang dalam hidupku? Aku mengeratkan gigiku setiap kali memandang momen mereka. Dari bagaimana pria itu memandang dan bersikap pada Lynn, aku tahu dia jatuh hati pada gadisku.

Aku siap menjeplakkan pintu mobilku dan bertindak kekanakan seperti biasa. Namun helaan nafasku memanjang, kutahan tanganku di posisinya. Sekuat hati aku menarik tanganku kembali dan memandang Lynn yang sedang bercanda di sana. Menggeleng pelan penuh keraguan, aku tidak bisa memenuhi egoku untuk mencampuri urusannya.

“Adelynn…” aku mendesiskan namanya dengan putus asa. Dia terlihat ceria bersama pria itu. Tegakah diriku untuk menghilangkan senyumnya dan menahannya di sisiku? Aku menggigit bibir bawahku ketika hatiku terasa ngilu. Mengingat kondisiku yang kian memburuk, aku sadar tidak ada harapan yang bisa kuberikan selain kepedihan. Kris, pria itu beberapa lipat lebih baik dariku.

Aku menarik tuas kopling dan menginjak pedal gasku. Melajukan mobilku keluar dari areal kampus NUS, aku mengatupkan rahangku kuat-kuat. Kupukul kemudi dengan kepalan tanganku untuk menyalurkan ketidakberadayaanku. Mataku memanas dan hampir-hampir meneteskan air mata. Hatiku terbakar, bukan hanya karena cemburu namun juga karena keterbatasanku untuk menyalurkan rasaku padanya. And this time, I will admit to you My Lord…I love her…I love her.

***

Menginjak bagian belakang sepatuku, aku melepaskannya dan berganti menggunakan sandal rumah. Aku melemparkan tas kerja dan jasku di sofa, kemudian menarik dasi untuk mengendurkannya. Berjalan mendekati dapur, mataku mengerjap beberapa kali dengan tidak percaya.

Adelynn menatap ipad-nya yang disandarkan pada barisan toples dan mengetukkan telunjuknya di dagu. Aku memang mengambil jalan memutar untuk sedikit membuang kegelisahanku, tapi sungguh tidak menyangka gadis ini akan datang ke condominiumku. Aku hanya berdiam di tempatku untuk memandangi polahnya. Dia sungguh menggemaskan dengan apron merah muda bergambar kartu buah yang dipakainya.

Oh gosh!” Lynn terlonjak saat menangkap kehadiranku. “You startled me!” Dia memegang dadanya. “Could you at least give me a greeting?”

Aku tersenyum dengan raut kagetnya. Bisakah dia tidak membuat ekspresi yang dapat membuatku semakin ingin menerkamnya? Aku menggulung lengan kemejaku hingga siku, kemudian mendekatinya. Mataku mengamati bahan-bahan yang disiapkannya. “What do you want to cook?” Sedikit heran karena dari tadi matanya mengawasi layar ipad.

Jjangjangmyeon.”

Aku mengerutkan dahi seraya meneguk minumanku. That’s my favorite Korean food. Meletakkan gelasku, aku mengintip layar ipad Lynn. Bukannya beranjak untuk mengganti pakaian kerjaku dengan baju rumah, aku malah menumpu kedua siku di konter. Sepertinya aku lebih tertarik menungguinya membuatkan makan malam untukku.

Aku menarik celemek lain yang tergantung di sisi kulkas dan mengenakannya. Walaupun memasak adalah hal yang tidak kukuasai dan kuhindari, sepertinya malam ini akan berbeda. “Why?” aku berusaha menalikan tali celemek di belakang punggung ketika Lynn memandangku heran.

You will join me to cook?” Pernyataannya mengambang dengan akhiran nada tanya.

Aku mengangguk dan berdiri di samping Lynn. Ikut membaca petunjuk di layar ipadnya untuk membuat jjangjangmyeon, aku tidak pernah tahu bahwa memasak makanan tersebut cukup rumit.

Lynn mengambil beberapa lembar selada dan memotong-motongnya. Dia mengupas wortel dan juga sayuran lainnya yang membuatku semakin merinding. “Could you stop chopping the veggies? It’s too much.”

Veggies are good for your body.”

Errghh…tapi sayangnya aku sangat tidak menyukai makhluk bewarna hijau itu. Aku meliriknya yang tengah membersihkan beberapa seafood di wastafel. Menarik beberapa selada, aku membuangnya di tempat sampah dengan cepat. Aku bersiul ketika tiba-tiba Lynn memergoki perbuatanku.

Ya!” Lynn buru-buru mengecek tempat sampah dan mendesis. Dia mencubit pinggangku dan membuatku memekik kecil. “Stay away from kitchen!” marahnya.

Aku memandangnya dengan wajah yang kubuat semelas mungkin. Pertama, agar dia tidak lagi menambahkan sayuran pada makan malamku. Kedua, agar dia membiarkanku ‘menginvasi’ dapur selama dia memasak. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamanya dan merasakan memilikinya selama dia bersamaku.

That isn’t cute,” telunjuk Lynn menggantung di depan wajahku.

Aku mencebikkan bibirku untuk meluluhkannya. Demi apa pun, aku sendiri akan muntah jika dapat memandang ekspresiku sekarang. Jika bukan karena gadis ini, sudah kubuang jauh-jauh mimik memalukan ini. Aku melihat matanya mengerjap beberapa kali dengan lambat. Hal yang membuatku semakin mengagumi mata bulat birunya.

Whatever,” Lynn dengan cepat membalikkan badan.

Aku mengikuti gerak tubuh Lynn dan melihat pipinya yang merona. She just blushed because of me, didn’t she? Tersenyum geli, aku mengekornya. Mendadak kepalaku terasa pening, kukira bukan karena penyakitku yang kambuh, mungkin hanya kelelahan. Kutumpukan tangan kananku di pinggir konter tepat di samping sisi tubuh Lynn. Tangan kiriku menyusul untuk menumpu di sisi lain sehingga tubuh Lynn terperangkap olehku.

“Hyun?” Lynn akan menoleh untuk memeriksaku, namun dengan cepat aku meletakkan daguku di bahunya untuk memblokir wajahnya. “What’s up?” seolah mengerti sesuatu terjadi, aku merasakan tubuh Lynn menegang.

Nothing. Just let me in this position for a while. Ok?”

Eugh?” Lynn tersentak kecil dengan permintaanku, namun dia menurutinya.

Aku menyurukkan ujung hidungku pada bahu Lynn untuk menyesap aroma tubuhnya. Mengubur wajahku di pundaknya, aku melarutkan segala kegelisahanku tadi sore. Aku tidak ingin Tuhan menghentikan waktu, aku ingin Dia menjalankannya dan tetap menahan Lynn selalu di dekapku pada setiap rotasi waktu. Aku mengecup kulit leher bawahnya dan merasakan dadaku menghangat.

Err…” Mata Lynn memandang gamang pada hasil masakannya.

Aku menyendok seafood dan memasukkan dalam mulutku. Mengunyahnya pelan, aku segera tahu alasan Lynn meragukan masakannya. The appearance’s just fine, but the taste’s little bit weird. Bukan karena terlalu asin atau manis, bukan juga karena belum matang atau gosong. Hanya saja ini tidak terasa seperti jjangjangmyeon. Aku menjulurkan lidahku keluar untuk mengekspresikan rasanya.

Don’t eat this.” Lynn segera mengambil piring yang penuh jjangjangmyeon dan membuangnya ke tempat sampah. Kurasa aku setuju untuk membuangnya. “I’ll cook another dish.” Dia mengeksplor kulkas untuk menemukan bahan yang bisa dimasak. “I’m sorry to mess up your dinner. I thought, I need to learn how to cook Korean food next time.

Aku hanya tersenyum menanggapi rasa sesalnya. Dia sudah berusaha untuk membuatkan makanan khas Korea untukku, walaupun gagal. Padahal aku tidak masalah jika dia memasakkan apa pun. “Put it back. I’ll make a call to order pizza.” Aku melepas apron dan menggapai telephon.

Don’t forget to order some salads.”

Aku memutar bola mataku dan menggeram. “Okay. You’re always the boss.”

***

Mengankat tanganku, aku memberikan balasan pada lambaian Lynn. Dia tersenyum di balik kaca mobilnya. Tubuhku memutar untuk mengikuti arah gerak mobil Lynn yang menjauh. Menyaku tanganku pada celana pendek yang kukenakan, aku masih mematung untuk beberapa saat.

Aku sungguh tidak bisa mejauhkan Adelynn dari diriku. Bersikap dingin dan membatasi pergaulan dengannya adalah ide terkonyolku. Aku membutuhkannya di sisiku untuk membuatku tenang. Namun aku juga tidak dapat semena-mena terhadap hidupnya. Jika akhirnya dia memilih pria Cina-Canada itu, dengan berat hati aku akan menerimanya.

Adelynn Lee, dia terlalu berharga untuk terjebak bersamaku dalam permainan gilaku. I’m really sorry to drag her in my life and…to love her desperately.

***

Aku melangkah keluar ruangan meeting dengan amarah. Sudah tiga puluh menit meeting bergulir, namun representasi dari bagian pemasaran tidak juga menunjukkan batang hidungnya. Padahal agenda kali ini adalah mengenai pemasaran produk asuransi selama bulan Maret.

I want to check some.” Aku menyerahkan beberapa map agenda meeting ke tangan Chen seraya memperlebar langkahku. Mengakhiri meetingku lebih awal, aku sungguh marah pada kekacauan yang dibuat oleh bagian pemasaran.

Where are we going, Sir?” Chen mengimbangi langkahku.

“Bagian pemasaran,” ucapku singkat. Aku sangat geram bukan hanya karena mereka tidak menghadiri meeting, melainkan juga karena bagian pemasaran belum jua memberikan laporan pemasaran produk untuk bulan ini. Mendorong pintu dengan kesal, aku menuju bagian sekretariat pemasaran. Aku mengangkat tanganku ketika seorang karyawati berdiri dan hendak menyapaku. Memasuki ruangan kepala bagian pemasaran, aku menahan tanganku untuk mengetuk. Kuberikan isyarat pada Chen untuk diam.

“Bereskan gadis itu serapi mungkin. Jika kau gagal untuk kedua kali, aku tidak segan untuk melenyapkanmu juga!” suara pembicaraan di dalam cukup terdengar telingaku karena nada marahnya.

“Aku tidak ingin mendengar berita buruk. Sebelum meeting-ku berakhir, aku harus sudah bisa melihat berita kematiannya tersebar di media.” Aku mengepalkan tanganku erat. Sumpah serapahku mengutuk pria ini dalam hati meski belum mengetahui arah ucapannya.

“Aku ingin Camry merahnya terjungkal dari flyover siang ini juga!” Jantungku terpacu dengan cepat begitu perkataannya memberikan petunjuk bagiku. Otakku berdengung satu nama. Damn! Aku memutar tubuhku cepat dan berlari kesetanan untuk mencapai basement. “Chen, take another car!”

Aku mengaktifkan ponselku untuk melacak keberadaan Lynn melalui GPS. Kutekan kontaknya untuk menghubungi, namun nada sibuk terdengar berulang kali. “Shit!” aku memukul keras kemudiku. Kuinjak pedal gas untuk memaksimumkan kecepatanku. Melirik spion, kulihat sedan hitam milik Chen mengekorku.

Aku membanting setir untuk membelok ke kanan begitu titik merah di ponselku bergerak lambat memasuki area Adam flyover.No…no…Lynn,” gumamku. “Damn it!” aku mengumpat untuk kesekian kali ketika hampir menyerempet sebuah truk container. “Please God…” aku sadar air mataku merembes keluar.

Melajukan mobilku dengan semakin membabi buta, aku berhasil memasuki Adam flyover. Mataku menajam untuk mencari Camry merah milik Lynn. Menyalip beberapa kendaraan di depanku, mataku menangkap sebuah Camry berjarak 3 mobil dari posisiku. “Gezz…” aku membanting setirku belawanan garis marka untuk menghindari sebuah mobil yang menggagalkan usahaku untuk menyalip.

Aku bisa melihat sebuah Toyota hitam tepat dibelakang mobil Lynn. Menekan klaksonku, aku ingin mobil di depanku menyingkir dari jalurku. Mencengkeram kuat kemudiku, aku menahan lajuku dan menyeruduk Toyota tersebut ketika dia menghantam belakang mobil Lynn.

Ketika jalur berlawanan cukup sepi, aku mensejajarkan mobilku dengan milik Lynn. Kuturunkan kaca mobilku dan kubunyikan klakson agar dia mengindahkanku. Aku mengeratkan rahangku ketika Lynn tidak memerhatikaku. Siluetnya terlihat memandangi spion untuk mengetahui mobil yang menghantamnya.

Melirik ke arah spion kiri, aku terheran ketika Toyota tersebut sedikit memperlambat lajunya. Aku memperhatikan depan dan segera mengetahui maksudnya. Kami berada di bagian flyover yang cukup tinggi. Dia mengambil ancang-ancang untuk mengeksekusi. Nafasku tertahan saat sebuah truk container melaju dari arah berlawanan. Sebuah pemikiran gila yang mendadak melintas di pikiranku adalah solusi yang akan kuambil.

Kupepet mobil Lynn hingga menyerempet pembatas jalan dan dalam hitungan detik, aku  merasakan hantaman kuat dari belakang. Semua terjadi begitu cepat, yang kutahu mobilku masih meluncur dalam keadaan terbalik untuk beberapa saat hingga putarannya berhenti. Aku merasakan sekujur tubuhku mati rasa untuk sejenak.

“Hyun…Hyun…!” Suara yang sangat familiar masuk ke gendang telingaku dan menyadarkanku. Aku merintih dan mencoba menggerakkan tubuhku. Kakiku yang terjepit badan mobil sedikit menyulitkan. Lynn menarikku untuk membantu keluar dari mobil dari bagian jendela. Mengabaikan rasa sakitku, aku bangkit dan menepis tangan Lynn yang membantuku.

Berjalan cepat dengan menyeret kakiku yang terasa nyeri, aku menghampiri Toyota yang menabrak sisi truk container. Karena terblokir oleh badan truk di lajur berlawanan, dia tidak bisa melarikan diri. Kutarik dengan paksa pengemudinya keluar. Menghantamkan tinjuku ke wajahnya, amarahku benar-benar memuncak. Aku masih menghadiahinya dengan pukulan-pukulan hingga seseorang menarikku dengan paksa.

“Hyun, please stop it!” Lynn mencoba menghalangi tindakan brutalku. Dia memelukku dari arah depan dan mendorongku menjauhi pria tersebut. Chen yang berlari dari belakang segera meringkus pria itu. Dia membekuk tangan pria itu dan menyeretnya ke tepi.

Aku mengeratkan pelukanku kepada Lynn ketika kepalaku terasa berputar. Gadis ini terisak cukup keras di dadaku. Aku masih cukup sadar ketika telingaku mendengar bunyi sirine, disusul beberapa mobil patrol polisi. Kurasa Chen menelphon ambulans dan polisi dalam proses pengejaran tadi.

***

Aku meringis pelan ketika seorang perawat selesai menjahit luka terbuka di lengan atasku. Menumpukan tangan kiriku yang tidak terluka pada peganggan ranjang, aku bangkit untuk duduk. Tim medis yang menanganiku terpaksa memotong lengan kemeja untuk memudahkan menangani lukaku. Melirik ke samping, aku melihat peralatan medis yang belum dibereskan. Potongan lengan kemeja biru mudaku yang sudah berubah warna menjadi dominan merah membuatku sedikit mual. “Gezz…” Seseorang harus bertanggung jawab karena merusakkan kemeja Armani favoritku.

“Hyun, may I come in?” Aku mendengar suara Adelynn dari balik tirai.

Yes, of course, Lynn.”

Gemerincing cincin tirai riuh terdengar seiring sosok Lynn yang muncul dengan wajah pucatnya. Tangan kanannya terkepal di sisi tubuh dan mencengkeram skirt warna salem yang dikenakannya. “Are…you alright?” suara gemetarnya yang tertelan dalam kerongkongan menjadikan hampir tidak terdengar.

Come closer,” perintahku yang kemudian dipatuhi oleh Lynn.

Tangan kiriku memegang lengannya, sedangkan pandanganku menelisik keadaannya. Aku sedikit menyibak skirt-nya saat melihat bekas lebam di paha kanan. Lynn menahan tanganku, namun segera kutepis. Alisku berpaut dan rahangku mengeras begitu kulihat memar cukup lebar yang membiru di pahanya.

Lynn memegang erat-erat kembali pinggir skirt untuk menyembunyikan robekannya yang cukup panjang saat aku selesai melihat lukanya. Menoleh ke belakang, kuambil jas yang tadi kusampirkan. Tanganku bergerak melewati pinggang Lynn untuk melingkarkan jasku. Kusimpul kedua lengan jas di depan perut Lynn.

Aku mengangkat pandanganku ketika suara terima kasih Lynn terdengar sebagai bisikan di telingaku. Mengigit bibir untuk menyembunyikan kegelisahan, wajah Lynn benar-benar pucat. Dia menggeser tubuhnya menyamping dan mengangkat tangan untuk memeriksa lukaku. Aku menjengit saat jemari dingin Lynn menyentuh kulitku. “You…injured so…b…badly, Hyun.” Lynn masih belum bisa mengendalikan suaranya.

Kubawa tubuh Lynn dalam pelukanku dengan segera. Gadis ini berusaha keras untuk mengatasi keresahannya dengan mencoba bersikap wajar. Aku masih merasakan tubuh Lynn yang menegang untuk beberapa saat, sebelum tangannya bergerak mengerat di kedua sisi tubuhku. Tidak terdengar suara isakan sama sekali, namun aku bisa menangkap tubuhnya yang bergemetar. “Please, don’t—“ Lynn tersedak kata-katanya sendiri, “—don’t do that, again.”

Aku hanya menepuk-nepuk punggung Lynn dengan ringan, kemudian mengeratkan pelukanku. She’s safe…she’s safe. Frasa ini terus kugaungkan dalam pikiran untuk menenangkanku. Aku menghela nafas lega sambil mendongakkan kepala menatap langit-langit putih.

“Hyun…” rintih Lynn. Dia menggerakkan dagunya turun dari pundakku sehingga praktis membuat dahinya yang sekarang berada di sana. “Please—“

I won’t,” potongku cepat. Aku tahu Lynn akan mengulang permintaan yang sama. Melingkarkan tangan kiriku pada pinggangnya, aku meresapi kemurahanNya untuk menyelamatkan kami. Aku sungguh bersyukur bahwa Tuhan masih mengasihi kami.

No, Hyun. I couldn’t let somebody else die because of me!” Lynn sedikit menyentak di kalimatnya.

Kubawa tubuhnya lebih intim ke arahku ketika aku tidak mengerti arti ucapannya. Kukecupi pundak dan sisi kepalanya dengan kasih untuk menghentikan ratapannya. “Kita selamat, tidak ada yang harus disesali dari ini.” Aku mengusap punggungnya.

Aww…” Aku meringis pelan saat Lynn mengeratkan pelukannya di rusukku. Damn…mereka harus membayar mahal atas kejadian ini.

I’m sorry.” Lynn segera melepaskan pelukannya.

It’s ok.” Bersamaan dengan jawabanku, seorang masuk dalam bilikku.

My Goodness, Adelynn.” Dia, Aiden, memeluk Lynn. Melepaskan pelukannya, Aiden menangkup wajah Lynn, kemudian memberikan kecupan di dahinya. Dia memeriksa kondisi Lynn lebih lanjut. “Kembalilah lebih dulu, Tuan Fei menunggumu di luar.”

“Tapi Oppa—“

Aiden melirikku sejenak. “Please, My Darl. You can see him later. Ok?” Dia mengecup pipi Lynn kemudian menepuk lengan Lynn untuk memaksa adiknya meninggalkan kami. Agaknya ada hal pribadi yang ingin disampaikan olehnya.

What the hell was happening here?” Aiden menarik kerahku begitu Lynn keluar. “Kau berhutang penjelasan padaku, Cho Kyuhyun!” Aku dapat melihat sorot matanya yang mengintimidasiku. Nafasnya yang memburu menerpa wajahku. “I’ll give up every single thing I have, but not my sister.” Dia menyentakkan kerahku hingga membuatku terhuyung ke belakang.

Aku tidak tahu bagaimana memulai cerita ini untuk memberikan penjelasan bagi Aiden. Dia berhak marah padaku dan aku akan dengan besar hati menerimanya. “Beberapa pihak bertindak sebagai oposisiku, Hyung. Aku sangat menyesal Lynn ikut terdaftar dalam permainan kotor mereka.”

Aiden berkacak pinggang dan mengeraskan rahangnya. “Aku secara tidak sengaja mendengar pembicaraan sekretaris Ahmad Matter dengan seseorang. Dia sangat marah dengan kecelakaan yang melibatkan kalian. Hingga aku tahu alasan yang membuatnya marah.” Dia mengangsurkan ponselnya padaku. “Keep it, I wish this record can help you.”

Hyung…” Aku menerima ponsel yang diangsurkan Aiden. “I’m sorry.”

Aiden menepuk pundakku dan menarik nafas panjang. “Thanks awfully to take care of her, Kyuhyunnie.” Aku tahu dia sangat kecewa denganku, namun Aiden juga tahu betapa keras dunia bisnis.

Hyung, take over the marketing. Aku membutuhkan orang yang bisa kupercaya.” Aku ingin Aiden mengambil alih bagian pemasaran setelah aku memecat Ahmad Matter beserta orang-orangnya segera.

Di luar dugaan Aiden menggeleng. “Biarkan Ahmad Matter dan orang-orangnya tetap di sana Kyunie. Kita ikuti alur permainannya untuk mendapatkan bukti lanjut.”

But—“

“Bukan hanya mereka yang bisa bermain kotor, Kyunie.” Aiden menyeringai kecil sambil mengepalkan tangan.

***

Tanpa menunggu lama, aku menyuruh Chen menelusuri latar belakang pria suruhan Ahmad Matter yang kemarin sempat diamankan oleh polisi. Aku membawa map coklat hasil investigasi Chen. Sengaja kujamin kebebasan orang tersebut agar keluar dari kantor polisi.

Kepolisian menemukan pria tersebut dalam pengaruh alkhohol ketika mengemudi. Namun menurutku, hal tersebut hanya rekayasa agar dia lolos dari dugaan pembunuhan berencana. Jadi aku menebusnya untuk membebaskannya. Tidak ada guna jika kasus ini diserahkan oleh pihak berwajib.

Sit down,” suruhku pada pria berumur 40-an tahun yang menghadapku.

I’m sorry about what happened, Sir. And I really thank to you for releasing me.”

Tanpa basa-basi, aku mengeluarkan beberapa lembar foto dan meletakkannya di meja. “Is that you wife, right Mr. Ishak?”

Pria tersebut terlihat gugup di tempatnya. “Please, Sir. Dia sama sekalil tidak terlibat dalam rencana ini.”

“Dan begitu juga dengan gadisku, Mr. Ishak. Dia juga tidak terlibat dalam persaingan bisnisku. Jika kau mencintai istrimu, maka aku pun mencintai tunanganku. Seharusnya kau mengerti.” Aku mengamatinya yang menunduk dan mencengkeram celana kainnya. “Aku cukup menekan tanda call, maka orangku akan mencopot selang oksigen istri—“ aku mengangkat ponselku untuk menggertak. Pria ini hanya orang dalam kondisi tidak beruntung yang diiming-imingi imbalan untuk pengobatan sang istri.

No, please, Sir.”

Ok, then we should have a deal.” Aku meletakkan surat perjanjian di depannya. “Aku akan memindahkan istrimu ke rumah sakit yang lebih baik dan juga menempatkan orangku untuk berjaga di sana. Sebagai imbalannya, kau bekerja untukku, Mr. Ishak.”

Dia membaca kertas yang kusodorkan, kemudian memandangku gamang. “What kind of work it is?”

Aku menyeringai. “You will know it later. I assure you won’t have a killing command, again,” tandasku. Tersenyum puas ketika melihatnya menandatangi perjanjianku, aku mengambil langkah untuk melawan permainan Ahmad Matter. Mungkin pihaknya geram karena aku memenangkan pengadilan atas skandalku dan Seohyun. Tidak disangsikan lagi, Ahmad Matter bekerja untuk Tuan Seo.

***

I’m home, Lynn.” Aku mengucapkan terima kasih pada bellboy yang membukakan pintu mobil untukku. Mobilku ringsek gara-gara kecelakaan dua hari lalu dan hingga aku memperoleh yang baru, terpaksa kugunakan fasilitas kantor.

“Bagaimana lukamu?” Mendengar nada khawatirnya dari seberang jaringan membuatku mau tak mau menarik sudut bibirku berlawanan.

Nothing should be worried.” Setelah menekan tombol lift, aku menunggu.

I have a class until 6 p.m. I’m going to your condo after that.”

Aku bergumam untuk menjawabnya. “I’m going to elevator. Catch you later, Adelynn.” Menutup sambungan telephonku, aku melangkah memasuki lift dan menekan angka 9. Memandangi layar smartphone milikku, aku berharap suatu saat nanti dapat mengucapkan kata manis untuk mengakhiri pembicaraan kami di telephon. Andai saja…

“Seo-ya?” Aku mengernyit heran saat melihat Seohyun berdiri di depan pintu apartemenku. Mengingat kejadian terkahir yang melibatkan kami, aku menjadi canggung untuk bersikap terhadapnya. “Kapan kau datang?” membukakan pintu, aku menyilakannya masuk. Bagaimana pun dia seorang tamu.

Kuletakkan segelas orange juz di meja untuk Seohyun. Duduk di sofa, aku siap mendengarkan masalah yang dibawa oleh gadis ini. Tentu aku tidak mengharapkan Seohyun terbang ke Singapore hanya untuk melihatku. “Apa yang membuatmu menemuiku jauh-jauh ke Singapore tanpa memberikan kabar terlebih dahulu?”

Seohyun mengamatiku lekat. “Oppa—“ dia meremas jemarinya, “—bagaimana keadaanmu?”

Aku mengangkat sebelah bahuku sebagai keherananku. “Aku baik-baik saja. seperti yang kau lihat.”

“Kecelakaan itu—“

Cish,” mendesis dan membuang muka, aku jadi mengerti alasannya datang ke Singapore. Aku sungguh tidak tahu rencana lanjut pihak Tuan Seo. Namun jika dia berniat menggunakan Seohyun lagi, aku benar-benar tidak akan berpikir dua kali untuk mengulitinya. “Kau datang kemari karena hal ini?”

Menganggukkan kepala, Seohyun menggigit bibir bawahnya. “Aku sungguh minta maaf atas kejadian yang sempat menjadi skandal di antara kita, Oppa.”

Aku membenci permintaan maaf gadis ini sekarang. Berulang kali dia mengucapkan kata tersebut dan berulang kali pula lah dia mengulang kesalahannya. Kelemahanku adalah selalu mengamini permintaan maafnya dengan gampang. “Jangan mudah untuk mengucapkanya jika kau belum menemukan penyesalanmu, Seohyunnie.”

Aku yakin mengenal Seohyun dengan baik, walaupun hubungan kami dulu hanya bertahan satu bulan. Menyayangkan bahwa gadis sepertinya terlibat perseteruan bisnis, aku tidak bisa berbuat apa pun. Aku mencurigai Tuan Seo bahkan sejak memasuki Vichou. Bodohnya, aku malah ceroboh untuk mengencani putrinya.

Oppa, bisakah kita kembali seperti dulu?”

“Seo Joo Hyun.” Aku menatapnya dengan lelah. “Kau tahu pasti jawabanku. Jangan membuat semuanya semakin sulit.”

“Kumohon, Oppa. Kau lah yang membuatnya semakin rumit. Kenapa harus memutuskan bertunangan dengan gadis itu?”

Dadaku menjadi sesak setiap Seohyun menyinggung alasanku bertunangan dengan Lynn. “Seo-ya, dengarkan aku sekali lagi. Hubungan kita telah berakhir, sudah saatnya kau memulai dengan yang lain.”

Dia menggeleng cepat untuk menyahut ucapanku. “Jika aku harus memulai kisahku, maka kaulah orangnya.”

“Kumohon, Seoya.”

Sehyun menunduk dan terisak pelan. Sungguh aku tidak tega melihatnya terluka lagi. Kuanjurkan tanganku untuk menawarinya sebuah sapu tangan. “Apa yang membuatmu memilihnya, Oppa?”

Jika bukan karena ayahnya atau penyakit sialan ini, maka aku akan belajar mencintainya. Aku pernah jatuh hati padanya dan bukan hal yang sulit untuk mengulangnya. Tapi takdir berkata lain, Lynn datang di antara keputusasaanku.

Adelynn adalah harapan untuk menyelesaikan sekelumit masalah hidupku; hubungan asmaraku dengan Seohyun, kecurigaanku terhadap pengkhianatan Tuan Seo pada Vichou, dan kondisi perusahaan pada saat krisis. Bertunangan dengan Lynn membuatku menjauh dari Seohyun. Itu berarti aku membatalkan rencana Tuan Seo untuk memperkuat kedudukannya di Vichou melalui pernikahanku dan putrinya. Selain itu, karena menelusuri latar belakang Lynn, aku menemukan grup Xian. Kreasi produk dari sebuah grup yang hampir collapse mampu memulihkan Vichou sedikit demi sedikit.

“Kurasa tidak ada hal lain yang perlu dibicarakan.” Aku mengangkat telephonku untuk menghubungi agen taxi.

Oppa!”

“Kalau kau masih membawa topik ini, maka maaf Seohyunnie, aku tidak menerima segala perbincanganmu.”

“Sikapmu terhadapku berubah karena gadis itu?”

Mengabaikan pertanyaannya, aku melangkah menuju pintu dan membukanya. “Aku telah memanggilkanmu taxi.” Aku sungguh menyesal hubunganku dan Seohyun menjadi seperti ini.

Seohyun bangkit dari duduknya dengan wajah kesal. “Kau tahu apa yang kusesali dari kecelakaanmu, Oppa?” Dia memandangku dengan mata merahnya. Aku hanya mengerutkan dahi tanpa berminat menjawabnya. “Bahwa gadis itu lolos dari maut.”

Jawaban Seohyun pada pertanyaannya sendiri membuatku memegang erat-erat gagang pintu. Mengatupkan rahangku kuat-kuat, aku menahan diri untuk tidak meledak. Bagaimana bisa seorang Seo Joo Hyun yang kukenal mengatakan hal tersebut? Apakah dia telah dibutakan dengan kekuasaan dan cinta? Aku segera membanting pintu begitu Seohyun keluar.

Meremas rambutku dengan kasar, aku marah pada ucapan Seohyun. Aku membalik badan dengan cepat dan siap berteriak saat telingaku mendengar pintu yang terbuka. “Shut—“

Wow! what did happen, Hyun?” Lynn terlonjak dengan bentakanku.

Aku mengurut kening untuk meredakan keteganganku. “Come in.”

Menyiapkan kotak P3K, Lynn mengeluarkan alkhohol dan obat luka luka luar. Dia mengurai bebatan kasa di lenganku untuk menggantinya dengan yang baru. Secara hati-hati, Lynn menarik kasa terakhir yang menempel di kulitku agar tidak menyakitiku. Dia membersihkan lukaku dengan alkhohol dan membebatnya kembali.

Mataku sama sekali tidak meninggalkan wajah Lynn selama dia bekerja mengganti perban lukaku. Mata birunya yang terfokus pada suatu obyek, bulu mata lentiknya yang menyapu udara dengan indah, bibir merah mudanya yang tipis, semua terintegrasi untuk menghipnotisku. Debaranku meningkat ketika wajahnya hanya beberapa inchi dariku.

Done.” Seruan Lynn menarikku dari lamunan. Dia menurunkan lengan kaosku dan membereskan obat-obatan serta kasa bekas.

“Adelynn, come here please.” Aku membuka sebelah tanganku agar dia menyambut pelukanku. Dengan tidak sabar, aku menarik Lynn tatkala dia duduk dariku dengan memberi jarak. “We need to share some story.”

Lynn mengangkat pandangannya untuk menatapku. “About what?”

Our past.” Aku memiringkan tubuhku ke arahnya. “I really want to know, what did actually happen to your Mom back then.”

Lynn menurunkan pandangannya dengan segera dan menatap jemarinya dengan gelisah. “I…I…

Aku menyisipkan jemariku di antara jemari Lynn untuk memisahkan jalinannya. Kuusap dengan hati-hati luka-luka kecil akibat kecelakaan yang hampir sepenuhnya mengering. “Kau bisa mempercayaiku.” Aku mengecup jemarinya.

Mendengar tarikan nafas yang panjang, Lynn menyiapkan dirinya untuk berbagi cerita. Bukannya aku ingin membuka luka lama, namun aku ingin mengetahui cerita dari sudut pandangnya. “Mom dan aku pergi untuk mengunjungi kantor Dad yang baru, sekaligus menjemput Aiden Oppa. Kejadiannya begitu cepat, bagian yang kuingat adalah bus yang kami tumpangi terguling.”

Aku mengusap poni Lynn ketika dia memejamkan mata. Sepertinya dia mengumpulkan keberaniannya untuk bercerita pengalaman pahitnya padaku. “And then?”

“Aku menemukan Mom sudah tidak sadarkan diri dalam posisi memelukku.” Air mata meluncur menuruni pipinya. Dia menahan segala luapan emosinya hingga hidungnya memerah.

It’s ok, now.” Aku membawanya masuk dalam pelukanku. Kukecup puncak kepalanya cukup lama. Kini aku tahu, kecelakaan yang menimpa kami membawa sebuah dejavu bagi Lynn. Menepuk-nepuk punggungnya pelan, aku mengeratkan pelukanku. Dan seperti inilah kami menghabiskan malam ini…

TBC*

Bonus Pic;

tumblr_mkd5ygUb0C1s8jjiio1_500

ellegirlseofany1

Note:

Sorry for not updating in a long time. This’s the gift to your weekend. Hope you enjoy it.

Aku akan berusaha menyelesaikan setiap hal yang kumulai, jadi bersabar untuk menunggu update-nya ya.

Thanks a lot for Maysea yang selalu mengkoreksi kesalahan diksiku or any else. And say welcome to Dyah Eonni, aku tidak tahu sejak kapan dia jatuh hati pada fiksi. Kukira hanya likelihood yang mampu memesonamu, Eonn. XD

And of course BIG HUG for my reviewers. I love to read your comments. Really. Aku senyum-senyum ketika baca perasaan kalian mengenai cerita ini.

And girls, I’m out of mind looked the pics of Kyuhyun doing sexy dance in SS5, how about you?

218 thoughts on “A Lovely Coincidence [Shot: 7]

  1. Shatia says:

    Jahat banget si Matter, udah ngerencanain ngebunuh Lynn 2x, untung ajah Kyu berhasil nyelametin Lynn, Kasian Lynn yang punya trauma dengan kecelakaan..
    Seneng banget deh Kyu udah jatuh cinta sama Lynn dan makin peduli sama Lynn dan ngacuhin si Seo, gak nyangka ayah dan anak jahat banget *nunjuk Seo*

  2. purpleonact.wordpress.com/2013/03/30/a-lovely-coincidence-shot-7/comment-page-11/#comment-17851 Kapan kyu dioperasi agar penyakitnya cpt sembuh? Lyn sabar menghadapi sikap dingin kyu n kayanya mulai tumbuh benih2 rasa suka antara mereka ber2. Dikantor kyu bilang ke mr.ishak kalo mr.ishak cinta sm istrinya n kyu jg cinta sm tunangannya. Itu perkataanya cm bualan aja pd mr.ishak/gmn?????

  3. Kapan kyu dioperasi agar penyakitnya cpt sembuh? Lyn sabar menghadapi sikap dingin kyu n kayanya mulai tumbuh benih2 rasa suka antara mereka ber2. Dikantor kyu bilang ke mr.ishak kalo mr.ishak cinta sm istrinya n kyu jg cinta sm tunangannya. Itu perkataanya cm bualan aja pd mr.ishak/gmn?????

  4. Kapan kyu dioperasi agar penyakitnya cpt sembuh? Lyn sabar menghadapi sikap dingin kyu n kayanya mulai tumbuh benih2 rasa suka antara mereka ber2. Dikantor kyu bilang ke mr.ishak kalo mr.ishak cinta sm istrinya n kyu jg cinta sm tunangannya. Itu perkataanya cm bualan aja pd mr.ishak/gmn???

Would you please to give your riview?