Behind Those Beautiful Eyes [1]


BTBE2

Behind Those Beautiful Eyes [1]

Arsvio | Siwon Choi, Miyoung Hwang, Kyuhyun Cho | PG-15

Read the fiction appropriated to your aged

Aku membidikkan kameraku untuk meng-capture beberapa obyek interior yang unik. Hasil kerajinan masyarakat Indonesia yang dipamerkan di sini memesonaku. Ukiran kayu dalam berbagai bentuk furnitur yang dipahat dengan indah sesuai kekhasan daerah masing-masing mengherankanku.

Menggeser arah bidikan, aku termangu sejenak ketika punggung seseorang tertangkap lensa kameraku. Jari telunjukku menekan tombol shutter untuk mengabadikan gambar pria dengan jumper bertuliskan ultimate victory di punggungnya. Melihat hasil jepretanku di lcd kamera, aku mencoba berdamai dengan keadaanku. Pria ini resmi menjadi suamiku seminggu lalu, Cho Kyuhyun.

“Kau menguntitku hingga kemari?” Suara berat yang beberapa minggu ini mulai kuhafal kembali melontarkan sinismenya. “Sungguh mengesankan.” Aku juga mulai terbiasa dengan setiap perkataan Kyuhyun yang tidak mengenakkan.

Aku memutar lcd kamera untuk menutupnya, kemudian menggantung kameraku di bahu. “Sepengetahuanku, Indonesia termasuk negara demokrasi. Asalkan tidak melanggar hukum, aku bebas berada di mana pun tanpa memedulikan pendapat orang lain termasuk dirimu.” Melenggang meninggalkan Kyuhyun, aku sedang malas beradu mulut.

“Terima kasih untukmu karena menyeretku serta ke negara demokrasi ini!” kesal Kyuhyun yang mengimbangi langkahku.

Menghentikan langkahku, aku menatap Kyuhyun dengan angkuh. “Jika kau tidak berkenan dengan perjalanan ini, maka silakan pergi. Lagipula, aku tidak pernah memintamu untuk mengikuti keinginanku.”

“Aku sangat ingin melakukannya!” Kyuhyun bersedekap dan memelototkan matanya padaku. “Tapi aku cukup baik dengan tidak meninggalkanmu sendiri dalam liburan yang dikatakan bulan madu ini.”

Mendengus kesal, kupingku terlalu sensitif dengan detail pernikahan kami. “Aku bukan anak belasan tahun, Kyuhyun-ssi. Di umurku sekarang, aku sudah dianggap bertanggung jawab pada diriku sendiri. Kau tidak perlu berbaik hati menjadi baby sitter-ku!”

“Kalau begitu, mengapa aku masih melihatmu berada di sekelilingku? Lombok cukup luas untuk suatu kebetulan seperti ini.”

Kupaksakan diriku untuk tidak menjambak rambut Kyuhyun atas masalah sepele yang dia ributkan. Aku baru akan membuka mulut untuk mendebat Kyuhyun ketika seseorang menghampiri kami.

Miss, your furniture will be shipped today at noon. Here is the bill. Come to our counter to make payment.”

Aku menerima nota pembelian dari mebel yang tadi kupilih. “Ok, I’ll come after you.” Kuangkat nota di tanganku untuk menunjukkan pada Kyuhyun bahwa aku di sini bukan karena menguntitnya, melainkan berbelanja. “Aku juga tidak berharap bertemu denganmu.”

Kyuhyun berdesis untuk merendahkan alasanku. “Esok pagi, aku ingin kita kembali ke Korea!” tandas Kyuhyun.

“Kita?” Aku memprotes pendapat pribadi Kyuhyun. “Kau bisa pulang sendiri.”

“Aku tidak ingin bantahan. Kau sudah cukup bersenang-senang tiga hari ini. Ingat, perjalanan ini tetap dinamakan bulan madu. Kita pergi bersama dan dengan cara yang sama kita akan pulang!”

Oh, damn you!” Aku mengutuki Kyuhyun yang berlalu. Seharusnya liburanku di pulau Lombok masih tersisa dua hari lagi, namun lelaki itu memenggal kesenanganku dengan sesuka hati.

Aku begitu terobsesi dengan keindahan pantai di Lombok, Indonesia sehingga memutuskan untuk mendatangi pulau ini. Kesempatan bagus kudapatkan setelah prosesi pernikahanku. Bulan madu hanya label dari perjalanan kami, aku dan Kyuhyun. Kenyataannya, kami menghabiskan waktu secara terpisah.

#

Kuaduk-aduk tasku untuk mengeksplor isinya. Aku semakin panik saat tidak mendapati pereda nyeri yang biasanya kubawa. Sebelah tanganku meremas perut yang semakin terasa dipelintir. Membuka pintu kamar mandi, aku kembali duduk di bangku penumpangku.

Mengangkat kaki, aku menekuknya merapat ke dada untuk menekan rasa nyeri perutku. Gigitanku di bibir atas menjadi pelampiasan yang lain untuk menahan sakit. Aktifitasku yang memadat mungkin menjadi alasan dera sakitku.

“Kau sakit?”

Kuabaikan pertanyaan Kyuhyun yang duduk tepat disebelahku. Mengalah pada keputusannya, kami sedang dalam perjalanan kembali ke Seoul. Keringat yang meluncur di pelipisku membuat rahangku semakin bergetar. “Don’t touch me!” Aku membalik secara spontan ketika lenganku ditarik.

“Kau tampak buruk.” Kyuhyun menganjurkan tangannya ke dahiku, namun segera kutepis. Memerhatikaku dengan teliti, dia menyeringai. “Girls problem, huh?”

Mendesis untuk menanggapi olokkan Kyuhyun, aku berpaling darinya. Tidak ada guna untuk berselisih di saat sekarang. Selang beberapa saat kami hanya diam. “Apa yang kau inginkan?” Aku kembali menoleh ke arah Kyuhyun ketika dia menarikku paksa.

“Kecilkan suaramu jika kau tidak ingin membuat gaduh di pesawat.” Kyuhyun mengurai paksa kedua tanganku yang memegang perut.

“Lepaskan!” Aku menurunkan volume suaraku, namun tetap menegaskan perkataanku.

“Diam dan biarkan aku menolongmu!” Kyuhyun menekan lengan bawahku untuk mengguncang tubuhku. Seperti prediksi, kekalutanku teraplikasi pada jemariku yang mulai gemetar. Menyadari kondisiku, Kyuhyun melonggarkan cengkeramannya. Dia mengoleskan minyak angin berbau citrus di telapak tanganku, kemudian meratakan dengan ibu jarinya. “Oleskan juga di perutmu.” Dia menaruh minyak tersebut di tanganku.

Aku menarik kedua tanganku dengan awas. Napasku tanpa sengaja tertahan ketika Kyuhyun juga menarik kakiku untuk berselonjor. Dia juga melebarkan selimut di sisiku.

“Cobalah rileks untuk mengurangi nyerinya. Akan kutanyakan apakah mereka mempunyai stok pereda nyeri.” Kyuhyun berdiri dari duduknya. Tidak ada nada sinis dalam kalimatnya yang baru saja terucap. Rentetan katanya lebih mirip nasihat dokter pada pasiennya. Tidak heran, itu memang pekerjaannya sehari-hari.

#

Aku mengitari rumah baruku untuk mengecek hasil kerja pemborong. Inti dari lantai pertama hanya ruang tamu, dapur serta ruang makan, dan kolam renang. Aku membuat konsep ruangan yang cukup luas karena aku menyukai ruang lapang dengan perabot bergaya futuristic dan elegan. Aku mempergunakan lantai dua sebagai bagian privasi dari rumah ini; kamar dan ruang kerja bagiku dan Kyuhyun. Tentu aku tidak melupakan jika pria itu akan hidup bersamaku selama waktu yang tidak terdefinisi. Lagipula, aku sudah mengatur teritorial kami agar tidak bersinggungan.

“Kau memiliki hobi berenang?” Ucap Kyuhyun yang diiringi suara roda kecil koper yang menggelinding melawan lantai. Dia menyeret dua koper besar di masing-masing sisinya. Maklum saja, kami baru sempat memindahkan barang personal kami hari ini.

“Apakah aku perlu memiliki hobi berenang untuk mempunyai kolam renang?” Aku mendesain kolam renang sebagai bagian utama rumah, bukan di halaman. Letaknya di dalam rumah dan bersisian dengan mini bar membuatnya sempurna untuk hunian pribadi.

“Lalu untuk apa kau memiliki kolam renang?”

“Air adalah ketenangan. Fungsi utama kolam adalah penyeimbang dalam rumah ini.” Kujawab rasa penasaran Kyuhyun dengan alasan filosofis.

“Kau menyindir pernikahan ini?” Kyuhyun bersedekap dan menatapku dengan pandangan tidak bersahabat seperti biasanya.

“Untuk apa? Aku di sini karena keputusanku. Baik aku maupun kau memiliki motif dalam pernikahan ini. Anggap saja kita sekedar roommate.”

Cish, semoga ketenanganmu memberikan kedamaian selama kita hidup bersama,” sarkasme Kyuhyun. “Keluargaku mengadakan pesta untuk merayakan ulang tahun appa malam ini.” Dia menekan pegangan koper untuk memendekkannya, kemudian mengangkat koper tersebut menaiki tangga. “Orang tua itu hanya menghabiskan uang dan waktunya dengan pesta anniversary. Sungguh menggelikan.”

Aku tahu Kyuhyun bermulut tajam, namun dia seharusnya menghormati orang tuanya sendiri. “Aku tahu.” Melenggang ke sisi lain, aku menaiki tangga untuk menuju rooftop. Aku merapatkan cardigan begitu sampai di bagian teratas rumahku. Angin yang berhembus di atas memang lebih kencang. Walaupun tidak luas, aku menemukan kesenangan tersendiri ketika berada di titik ini.

Kulirikkan mataku ke bawah dan samar-samar menangkap sosok Kyuhyun di kamarnya. Tempat aku berdiri berhadap-hadapan dengan kamar kami yang sisinya menggunakan full glass sehingga aku bisa melihat Kyuhyun dari sini. Kurasa dia sedang menilai desain interior kamar yang didominasi hitam dan abu-abu, warna maskulin yang kupilih untuknya. Untukku sendiri, kugunakan warna merah muda dan salem untuk menonjolkan sisi feminis. Well, kuakui bahwa aku penggila pink.

Tanpa sengaja, pandangan kami bertemu. Kyuhyun merapat ke arah sisi full glass dan mendongak untuk menajamkan intimidasinya padaku. Tentu aku tidak menyerah begitu saja dengan tatapannya. Kubalas pandangannya padaku dengan serupa. Mungkin pandangan ini mewakili berjuta serapah yang ingin keluar dari mulut kami.

#

Aku tidak menggagas tangan Kyuhyun yang terulur untuk membantuku keluar dari mobil. Kugunakan kedua tangan untuk menjinjing gaun putih panjangku agar tidak tersangkut. Aku bergidik saat napas Kyuhyun berhembus di telingaku.

“Tidak bisakah kau sedikit menghargai kemurahan hatiku, Nona Miyoung?” Kyuhyun secara tiba-tiba menarik jemariku dan melingkarkan di lengan atasnya.

Aku menahan napas dan mencondongkan tubuhku menjauh dari Kyuhyun sebagai tindakan spontan. Kutarik paksa jemariku, namun Kyuhyun menahannya. Kucoba untuk mengontrol debaranku yang mulai tak beraturan.

“Kalau kau memutuskan menjalani pernikahan ini, maka sebaiknya mulai sekarang kau perbaiki aktingmu di depan publik.” Wajah Kyuhyun yang mendekat untuk berbisik membuatku harus memejamkan mata.

Membuka kelopakku secara perlahan, aku berupaya menekan kegelisahanku. Setidaknya aku tidak ingin Kyuhyun memergoki ketidaknyamananku di sebelahnya. Pria ini akan semakin arogan jika mengetahui aku terintimidasi dengan aksinya.

Menoleh ke sisi kiri, aku menemukan kakak tiriku baru saja keluar dari Audinya. Dia menatap sengit ke arahku. Memang apa yang kuharapkan darinya? Semenjak aku memasuki rumah keluarga Choi, dia sudah mengkonfrontasiku dengan sikap dan perilakunya.

Saengiel chukae, Appa.” Kyuhyun memberikan ucapan selamat dan pelukan pada ayahnya dengan senyum minimalis.

Saengil chukae, Abeoji.” Aku mengekor Kyuhyun untuk mengucapkan selamat pada mertuaku.

Kerutan di otot pipi Tuan Cho saat beliau tersenyum menunjukkan wibawanya. “Terima kasih, Kyuhyun-ah dan Miyoung-ie. Kau tampak sempurna malam ini, Youngie.”

Gamsahammida, Abeoji.”

Newly weds’s here!” Pekik seorang perempuan yang membuatku menoleh padanya. “Kalian sangat serasi.” Barangkali dia menilai outfit kami yang senada karena Kyuhyun mengenakan tuxedo bewarna putih.

Oh, Qian-ie Noona.” Kyuhyun memberikan pelukan singkat pada wanita itu.

Heish, sudah kubilang untuk tidak memanggilku seperti itu.” Wanita yang dipanggil Qianie itu memukul lengan atas Kyuhyun dan membuatnya tergelak. “Bagaimana kabarmu, Oppa?”

Aku sungguh dibingungkan dengan sapaan mereka. Jika Kyuhyun menyapa Qianie dengan noona, lalu mengapa Qianie memanggil Kyuhyun dengan oppa?

Menyelipkan tangan di pingganku, tindakan Kyuhyun membuatku risau. Sebenarnya ingin kutarik tangannya dan kupatahkan tulangnya karena berani melakukan skinship tersebut. Meskipun tidak nyaman, aku berusaha untuk menutupi kegugupanku.

“Kau masih saja memanggilku oppa, huh?”

Qianie terkikik ringan, kemudian mengibaskan rambut blondenya. “Jadi ini istrimu?” Dia mengulurkan tangannya padaku. “Victoria Song.”

“Hwang Miyoung.” Kusambut uluran tangannya dengan senyum. Merasakan jemari Kyuhyun menusuk pinggangku, aku berdeham ringan. “Cho Miyoung to be now.”

Victoria kembali tersenyum, kali ini untuk memaklumi. “Lama-lama kau akan terbiasa menggunakan marganya.”

“Qianie sepupuku dari pihak ibu. Secara teknik, dia lebih tua dariku. Tapi karena aku putra dari kakak ibunya, jadi dia memanggilku oppa.” Kyuhyun agaknya mengerti rasa tanyaku.

Lagi-lagi Victoria memukul lengan Kyuhyun, kali ini mampu membuatnya menggeram kecil. “Sudah kukatakan untuk tidak menggunakan panggilan itu.”

Arraso!” Kesal Kyuhyun yang kutahu hanya bersifat candaan saja.

“Maaf, aku tidak bisa datang di pernikahan kalian. Urusanku di Cina tidak dapat kutinggalkan.” Victoria memandangku dengan ramah, sangat berbeda dengan sepupunya yang berdiri di sampingku.

“Kudengar dari appa, kau pindah ke Korea.”

Victoria mengangguk untuk menjawab. “Dong Woon Samchon mengundangku bergabung di Assan.”

“Kali ini kau tidak menolak tawaran appa?”

“Kurasa ini kesempatan yang sayang untuk dilewatkan.” Victoria melebarkan tangannya. “Miyoung, senang berjumpa denganmu.” Dia menarik diri dari kami untuk menyapa beberapa orang yang akan menjadi rekan kerjanya di Assan, klinik swasta milik keluarga Cho.

“Pasien Victoria pasti senang dirawat olehnya,” kulontarkan komentar.

Kyuhyun menyeringai, kemudian meletakkan gelas wine yang sudah kosong di nampan seorang pelayan yang melewati kami. “Sayangnya, dia bukan seorang dokter.”

“Lalu?”

“Victoria ditempatkan di staf manajemen rumah sakit. Dia seorang akuntan.”

Aku mengangguk ringan dan mengangkat bahu. Kuperhatikan cara Victoria menyapa beberapa tamu undangan dengan antusias. Wanita itu begitu percaya diri, terbuka, dan ceria, seolah tidak ada kekurangan di dirinya. Kepribadian yang sangat bertolak belakang dengan diriku. Tapi aku tidak naïve untuk menilai seseorang. Don’t judge a book by its cover.

Layaknya suatu pesta, keramaian di sini penuh dengan basa-basi. Aku hanya mengenal beberapa tamu di pesta ini, termasuk keluargaku. Mengangkat tangan, aku tersenyum kecil untuk membalas sapaan Jessie dari kejauhan. Dia kawanku semasa sekolah menengah yang sekarang menjadi obstretician di klinik Assan.

Aku keluar menuju taman di sisi ruangan pesta untuk mencari udara segar. Kyuhyun mungkin sedang beramah tamah dengan rekan sesama dokter dan aku tidak peduli. Kuhirup udara malam yang terasa menyejukkan di saluran pernapasanku. Menolehkan kepala, aku terusik oleh bunyi high heels yang mendekat.

“Bagaimana bulan madumu, Chagiya?” Wanita yang bestatus sebagai ibuku ini tampak cantik dengan gaun bewarna gelap.

Eomma berharap aku menjawab apa?” Kupalingkan wajahku dengan tak acuh ke arah lain.

“Youngie-ya…” Kurasakan jemarinya menyentuh pundak terbukaku. “Kyuhyun adalah pilihan yang tepat.”

“Tentu saja.” Aku menatap eommaku dengan senyum buatan untuk menyindir pernyataannya. “Eomma dan Abeoji selalu tidak salah untuk menentukan.” Mungkin aku tidak sepenuhnya mengingkari perkataanku. Kyuhyun adalah pilihanku untuk keluar dari rumah keluarga Choi. Di samping perkataan dan tatapannya yang tajam, pria itu  menjadi pilihan sempurna karena sikap tidak acuhnya. Anggap saja aku mempunyai teman berbagi hunian.

Kudengar helaan napas halus eomma. “Sejak kapan Kyuhyun akrab dengan Siwonnie?” Aku terheran dengan pergantian topik pembicaraan eomma. Kuikuti arah telunjuk eomma.

Mengerutkan dahiku, aku melihat mereka berdua bercengkrama dengan santai. Semenjak tiga bulan lalu, semasa persiapan pernikahanku dengan Kyuhyun, aku tidak pernah melihat mereka terlibat pembicaraan berarti. Mungkin saja karena mereka sesama lelaki sehingga nyaman untuk berinteraksi.

Eomma tidak lupa peringatan untuk besok bukan?” Aku menurunkan ketegangan yang kubuat. Menggeleng ringan, aku sudah menaksir reaksi eomma yang terlihat keras berpikir. “Apakah menikahi Tuan Choi membuatmu melupakan Appa?”

“Jaga ucapanmu Youngie. Kau akan melukai perasaan abeoji-mu jika dia mendengar sapaanmu terhadapnya.”

“Dan Eomma akan melukai perasaan Appa karena melupakan peringatan kematiannya.”

“Dengar aku Youngie—“ Eomma merapat kearahku, “—tidak ada yang perlu kita takutkan lagi karena Appa-mu sudah tiada. Dia telah menjadi abu yang tidak perlu kita khawatirkan.”

Aku mengepalkan tanganku dan tersinggung setiap kali topik tentang appa diangkat oleh eomma. “Aku tahu di masa lampau appa berbuat salah, namun Eomma tidak pernah memberikannya kesempatan kedua sebelum kematian menjemputnya.” Kutarik napas panjang setelah menyelesaikan rentetan kataku. “Aku ragu eomma tidak tahu menahu mengenai kematian appa.”

“Youngie!” Berteriak marah, Eomma menelan pahit tuduhanku padanya.

“Mungkin saja eomma secara langsung atau tidak langsung bersangkutan dengan pembunuhan appa,” kutekan kata-kataku dalam. Aku memeperoleh tamparan keras dari eomma usai kalimat tersebut.

Dada eomma naik turun dengan cepat untuk mengakomodasi napasnya yang memburu. “Kau keterlaluan Youngie.” Meninggalkanku sendiri, eomma berjalan masuk ke ruangan pesta.

Aku menengadah untuk menghalau air mataku yang akan meluruh turun. Kupercepat langkahku keluar dari hiruk pikuk pesta. Aku tidak peduli dengan tatapan heran beberapa orang yang bersisipan denganku. Kurentang tanganku untuk mencegat taxi karena harga diriku terlalu tinggi untuk meminta Kyuhyun meninggalkan pesta.

#

Memasuki galeri pribadiku, aku memandangi foto pre wedding dan pernikahanku. Momen pernikahan ini begitu indah pada setiap detailnya. Hanya saja, hal fundamental yang seharusnya ada pada setiap pernikahan tidak kami miliki; cinta. Seperti kataku, aku mempunyai motif, begitu juga dengan Kyuhyun.

Kyuhyun Tiffany

“Kau bermasalah dengan ibumu?”

Aku tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang berada di ujung pintu. “Leave me alone. I don’t want to argue with you.” Berdiri kaku, aku tidak mengindahkan Kyuhyun yang malah mendekat.

“Kau begitu menyukai fotografi?” Kudengar ketukan pantofel Kyuhyun berkeliling. “Canada, huh?” Aku tahu Kyuhyun memunggungiku dan menatap foto daun maple, lambang negara Canada, yang berada di belakangku.

“Bisakah melakukan apa yang kuminta?” Aku masih bertahan dengan posisiku.

“Kau begitu terobsesi pada negara ini? Lalu mengapa kau memilih US sebagai tujuan studi bachelor, bukannya Canada?” Kyuhyun seakan tidak mengindahkan perkataanku.

“Kyuhyun-ssi!”

Tubuhku terputar dengan cepat saat Kyuhyun menarik lengan atasku. Telunjuknya menggantung tepat di depan wajahku. “Dengar baik-baik. Aku tidak peduli dengan masalahmu, tapi bersikaplah lebih waspada jika tidak ingin orang lain curiga mengenai pernikahan kita. Aku punya reputasi, demikian juga denganmu.” Mata Kyuhyun menyorot tajam.

“Apa yang kuperbuat hingga dapat membahayakan reputasimu?” Aku menyeringai, meskipun tanganku meremas gaun untuk menyalurkan, lagi-lagi, rasa gelisahku.

“Kau pergi meninggalkan pesta sendiri hingga membuat desus miring. Dan kau masih berani bertanya apa kesalahanmu?!” Kyuhyun sedikit mendorong tubuhku hingga aku selangkah terhuyung ke belakang.

Aku membiarkan badanku melorot jatuh ke lantai saat sosok Kyuhyun keluar dari galeriku. Kami bukan saling membenci. Kami hanya saling tidak menyukai satu sama lain. Namun, aku membutuhkannya untuk alibi kebebasanku dari keluarga Choi. Kurasa demikian juga dirinya yang membutuhkanku untuk alasan yang belum kuketahui.

Kutumpu sikuku dan menurutkan tubuhku untuk menyentuh lantai yang dingin. Tidak peduli bahwa gaun putihku akan kotor, aku meringkuk dan memejamkan mata. Aku sudah terbiasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari kakak tiriku. Jadi gertakkan Kyuhyun bukan apa-apa bagiku. Paling tidak aku belajar mempertahankan diri dari setiap intimidasi kakakku.

Aku pernah meminta izin pada ibu dan ayah tiriku untuk tinggal terpisah dari mereka, tapi ditolak mentah-mentah. Aku tidak tahu alasan pastinya. Menurutku, keputusanku mungkin membuat nama baik ayah tiriku sebagai menteri pertahanan nasional tercemar jika media sampai tahu dia membiarkan anak gadisnya tinggal sendiri tanpa pengawasan. Oh yang benar saja, aku bahkan tidak berhubungan darah dengannya. Walaupun dia memperlakukanku dengan baik, namun tetap saja dia orang asing bagiku.

Aku membaringkan lelahku dan mengatur irama napasku. Residual energiku seakan tidak cukup untuk membuatku berdiri dan berpindah ke kamar.

#

Aku menuangkan strawberi milk shake dalam dua gelas yang kusediakan. Tentu aku tidak lupa ada dua perut yang butuh diisi pagi ini, meskipun tak yakin Kyuhyun akan turun untuk sarapan. Kuangkat waffle dari pemanggang dan memindahkannya ke piring. Kuoleskan selai kacang di atas waffle, kemudian menaburinya dengan biji wijen dan kismis.

Kami belum memutuskan untuk memperkerjakan seorang housemaid atau tidak. Adanya orang asing di rumah ini akan membuat masalah lain. Lagipula aku tidak terlalu direpotkan untuk selalu menyiapkan makanan, kecuali mungkin sarapan. Urusan laundry, aku bisa membawanya ke jasa laundry.

Aku menoleh saat mendengar langkah kaki menuruni tangga. Kyuhyun berdiri mematung dengan menyaku kedua tangan di celana selututnya sambil memandangku dengan tatapan aneh. Dia mengacak rambutnya sebelum menarik kursi untuk bergabung menikmati sarapan. Ku asumsikan seperti itu.

“Kau menyiapkan sarapan?” Suara serak Kyuhyun untuk bertanya hal yang menurutku lucu.

“Tidakkah cukup jelas, Tuan Muda Cho?” Aku menganjurkan sepiring waffle di hadapnya, lengkap dengan straberi milk shake dan air putih.

Mendengus untuk menanggapi cicitanku, Kyuhyun meminum air putih. “Perlukah memperkerjakan seorang housemaid?” Dia mulai memotong wafflenya.

Nah, bukankah kita sudah membahasnya.”

“Aku hanya ingin berbaik hati untuk menawarkan solusi agar kau tidak perlu repot menyiapkan sarapan atau semacamnya.” Mungkin karena ini masih pagi hari, Kyuhyun tidak menggunakan nada seperti biasanya.

Oh, aku tersanjung, Kyuhyun-ssi.” Kuletakkan telapak tanganku di depan dada dan kubuat mimik terharu untuk menyindirnya. “Aku terbiasa melakukan ini saat di US, jadi kau tidak perlu bersimpati. Kau juga tidak perlu khawatir aku meracuni makananmu.”

Mendengus kecil, Kyuhyun mengangkat pandangannya dan menyelisik penampilanku. “Hari ini peringatan kematian appa-mu?”

Aku mengerutkan dahi karena Kyuhyun dengan tepat menebaknya. Kukedik bahu kananku untuk menjawab.

“Perlukah aku datang bersamamu?”

Pertanyaan Kyuhyun malah membuatku lebih terheran. Adakah sumbatan di telingaku? Aku meneleng kepalaku dan memandangnya.

“Kau heran bagaimana aku mengetahui hari ini?” Kyuhyun menyeringai. “Pertama karena busana serba hitam yang kau kenakan.” Dia mengayunkan garpunya. “Kedua karena semalam kau memperkenalkan dirimu di depan Vic sebagai seorang Hwang, bukan Choi. Padahal di setiap identitas dirimu tertulis Choi Miyoung.”

Aku mendengarkan analisis Kyuhyun dengan tidak bersemangat. Begitu mudahkah diriku terbaca olehnya?

“Alasan ketiga, sebenarnya aku tidak ingin menyampaikannya.” Kyuhyun meminum milk shake hingga meninggalkan jejak putih di bibirnya. “Pertengkaranmu dengan ibumu semalam, kuduga karena makna hari ini.”

Baiklah kuakui bahwa Kyuhyun, meskipun bersikap tidak bersahabat, memperhatikan detail diriku. Haruskah aku terkesan? Kurasa dia memang teliti pada apa yang terjadi di sekitarnya. “Kau tidak perlu datang.” Kujawab pertanyaan Kyuhyun sebelumnya tanpa membenarkan analisisnya.

Tidak seperti adat biasanya dimana seorang calon menantu mengunjungi makam mertuanya, Kyuhyun sama sekali belum pernah melakukannya. Keluargaku sendiri yang melarangnya. Ironi bukan?

Kyuhyun mengangguk-angguk kecil. “Ngomong-ngomong, aku menyukai kamar yang kau desainkan untuku. Begitu juga dengan sarapan ini.” Dia mengangkat garpu dan pisaunya. “Gomawo.”

Tanpa sengaja aku menjatuhkan rahangku. Seorang Tuan Muda Cho baru saja mengucapkan terima kasih padaku? Sungguh hal tersebut di daftar terakhir kata yang ingin kudengar dari Kyuhyun.

#

Kuletakkan karangan mawar putih di depan foto ayahku. Andai saja terdapat mawar bewarna hitam, maka kupastikan untuk membawanya sebagai ungkapan kebencianku padanya. Dia hidup sebagai binatang jalang dan mati dengan serupa. Kesalahan terbesarnya adalah mewariskan darahnya padaku dan membiarkan aku hidup dengan membawa kenangannya.

Tidak kutampik bahwa kehidupanku dan ibu beberapa kali lebih baik ketika ayah tiriku memboyong kami ke Seoul. Dia memanjakanku dengan apa saja yang mampu dibelinya. Dia bahkan menerbangkanku ke US agar aku mendapatkan studi arsitektur yang berkualitas. Hal yang tidak pernah ayah kandungku lakukan. Tapi seburuk-buruknya lelaki ini, dia tetap ayah kandungku.

Tidak ada air mata yang tertumpah untuknya saat dia mati. Tidak ada sanak saudara yang mau mengakuinya atau pun menghaturkan bela sungkawa saat dia meninggal. Bahkan, tidak ada upacara pemakaman untuknya. Siapa yang peduli jika pemabuk, pejudi, dan penjahat sepertinya membusuk.

Aku menekan-nekan jemariku dan menunduk ketika tubuhku bergetar. Dia meninggalkanku dalam kepahitan yang berkepanjangan. Usia beliaku kugunakan untuk membencinya, namun penyesalannya di hari sebelum dia meninggal senantiasa menghantui. Ingin kubuktikan janji-janjinya, namun sebelum dia memenuhi janji tersebut, dia sudah tak bernyawa.

Memutar tubuhku, aku merasa cukup untuk mendatanginya. Setiap tahun, kecuali saat aku berada di US, kusempatkan untuk mengunjunginya di tanggal ini. Tidak ada kata yang kuucapkan padanya. Kebisuan yang kubawa sudah cukup untuk mengatakan bahwa aku sangat membencinya.

#

Bagusnya hari ini adalah weekend sehingga aku dapat langsung pulang tanpa harus pergi ke kantor. Aku memarkir Hyundai Genesis yang menjadi tungganganku sehari-hari. Jangan tanyakan bagaimana aku mendapatkan salah satu mobil lux seperti itu, sudah jelas jawabannya. Selain ayah tiriku yang berkedudukan, ibuku mulai merambah bisnis kuliner sejak sepuluh tahun lalu. Mobil itu hadiah atas pernikahanku. Aku ingin mengembalikannya, namun keduanya memaksa.

Mengenali nomor polisi mobil di depanku, dahiku berkerut. Audi milik kakak tiriku yang dengan bangganya dia namakan Gabriel itu terpakir rapi di depan rumahku. Untuk urusan apa dia berkunjung? Dia kehilangan tikus yang selama ini menjadi mangsanya, heh?

Melongok ke arah garasi, aku menemukan mobil keluaran serupa dengan milik kakakku. Mobil milik dr. Cho. Tidak menemukan siapa pun di ruang tamu, aku berjalan lebih ke dalam. Berlari kecil mencapai tangga untuk ke lantai dua, aku takut kakakku berbuat macam-macam pada barang pribadiku. Meskipun hal itu tidak pernah terjadi, namun hubungan kami yang buruk menggiring imajinasiku menjadi liar.

Kupelankan langkahku untuk menghentak lantai saat kudengar suara musik dengan volume maksimal. Tiba di anak tangga teratas, aku tercengang dengan adegan yang kusaksikan. Kututup mulutku yang terbuka dengan ujung jemariku.

Di sofa ruang santai, Kyuhyun terbaring dalam kuasa kakakku. Tangannya mengalung di kedua pundak kakakku, sedangkan matanya tertutup rapat. Aku dapat melihat jelas dia menikmati ciuman panas kakakku. Telingaku seakan dapat mendengar desahannya yang kalah dengan kerasnya suara musik. Pergelutan lidah mereka membuat perutku bergejolak ingin memutahkan sarapan.

Melenggang meraih remote dvd, aku mematikan alunan klasik milik Mozart. Kuhadapkan tubuhku membelakangi plasma TV yang berada tepat di hadap mereka. Kueratkan kepalanku untuk menekan segala bentuk emosi.

Baik Kyuhyun maupun kakak lelakiku tersentak dengan kehadiranku yang tiba-tiba. “Damn it!” Dengan enteng Kyuhyun mengumpat kecil dan meninju sofa, sedangkan kakakku bangun dari posisinya. Menyisir rambutnya yang berantakkan dengan jemari, Kyuhyun membenahi posisinya.

Merapikan kemejanya yang kusut dengan santai, kakakku berdeham. Dia berulah seakan apa yang kusaksikan bukan sesuatu yang besar. Choi Siwon, putra kebanggaan Choi Sang Hoon yang menjabat co-Chef Financial Officer di Finance and Account Department Samsung di usia belia. Pria yang sudah dua belas tahun lebih menjadi kakak tiriku menyimpan affair dengan seorang pria? Unbelievable!

Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada dengan angkuh. “Guys, could one of you explain what’s happening here?”

TBC*

Glosarium:

Samchon: paman.

Obstretician: secara informal disbut juga OB, adalah dokter kandungan.

Note:

First chapter have finished!

Fiksi kali ini, aku ingin kalian menjadi Miyoung. Aku tidak akan menyelang-nyeling sudut pandangnya seperti A Lovely Coincidence; kecuali mungkin sangat dirasa perlu.

Aku punya waktu luang di weekend ini, aku janji untuk menyelesaikan ALC part 11 yang baru separuh kugarap. Maaf, aku terlalu exicted dengan BTBE X)

Pada akhirnya, aku menggunakan pairing Kyuhyun dan Siwon. Maaf untuk yang kecewa. Mengamati beberapa foto mereka, chemistry antara Kyuhyun dan Siwon sudah terbangun. Juga mempertimbangkan pendapat kalian dan hasil polling.

Buat Octakirana Eonni: jangan kecewa eonni. Aku juga kangen menggunakan karakter Hae. Aku berharap bisa memiliki waktu 24 jam+++ untuk mengakomodasi permintaan Sihae. Thank you for always supporting, Eonni. *Hug*

Buat Dyah Eonni: syalala…XP

Buat semua reviewer: XOXO from Oppadeul

Pic Spam:

white

333 thoughts on “Behind Those Beautiful Eyes [1]

  1. array says:

    Syok.. baru kali ini aku baca cerita tentang sesama jenis, gak nyangka kalau mereka berdua pasangan!!!
    sebenarnya aku ragu mau ngelanjutin baca cerita ini. Aku rada anti sama namanya LGBT, tapi bukan berarti aku benci sama mereka. Cuma aku gak setuju aja, sama hal2 seperti itu.
    aku ngerasa disini victoria bisa jadi tokoh antagonis.. tapi itu Cuma terkaan aku aja.
    part ini pertama aku belum bisa komen banyak2

  2. Annyeong authornim, new reader here muehehe :3
    Kaget lah aku fikir miyoung punya sodara tiri cewe gitu, tau nya sodara tiri nya aa Siwon, udah gitu mereka begitu pulaaa~
    Jangan jangan alasan kyu nikah sama miyoung biar menutupi kalo dia itu gay, oh no!
    See u in next chap authornim^^’

  3. VivitYulia says:

    bner2 shock pas tw klw kyu ama siwon kyak gtu.
    tpi daebakkk critax bner2 bwt hati dag dig dug,,,
    tpi ksihan minyoungnya…

  4. sparkyukyu says:

    nikah karena perjodohan kah?
    Kalau iya, kenapa tdk ada yang menolak? Ataukah ada alasannya?

    Sang ibu miyoung terlibat dalam kematian ayahnya dan sang suami ada affair dengan kakak tirinya. Oh bagaimana bisa?
    Jadi penasaran dengan kelanjuta ceritanya…

  5. sparkyukyu says:

    wah, apakah perjodohan lagi? Tapi melihat sikap pembangkan dari keduanya, kenapa mereka mau menerima begitu saja?

    Benarkah ibu miyoun terlibat dalam kematian ayahnya?
    dan wow kakaknya memiliki affair dengan suaminya?
    Jadi penasaran dengan kelanjutannya….

  6. fida says:

    wowwww gk nyangka bgt kyuhyun ama siwonn….
    ahhhhh semoga kyuhyun ama tiffanu aj endingnya T.T

    gilaaa penulisnya KEREN abisssssssss……
    good luck deh buat authornya hehehe

  7. VivitYulia says:

    akhirx bsa comment jga.
    stlah brkli2 coba gk bsa akhirx bsa jga.
    bner2 shock saat tw itu siwon.
    siwon sma kyuhyun bner2 unbeliveble..
    jdi pnsran mtif kyu bwt nkah sma minyoung itu apa,,

Leave a reply to hyun hyerin Cancel reply